Sabtu, 20 Oktober 2012

Perbedaan Agama dalam Masyarakat

Agama merupakan sebuah dogma yang unik. Bahkan merupakan buah kebudayaan manusia tertinggi yang memiliki keunikan. Sulit memang untuk dijelaskan, namun semua dari kita merasakan bahkan menggunakannya. Agama ketika mati, akan terlahir kembali. Nyawanya semilyar. Ia dihidupi dan menghidupi manusia. Bagai angin, ia dapat hidup di mana saja dan kapan saja. Tetapi juga seperti tumbuhan, ia dapat mati kapan saja dan di mana saja. Manusia berutang budi pada keberadaannya. Sebab, ia disimpan seperti jimat dan kapan-kapan dikeluarkan dalam perdebatan serta dalam perasaan kegelapan. Bahkan, terkadang dilaknat, tetapi juga dipikat. Karena itu, agama memang fenomen yang luar biasa. Fanatisme menjadi semboyan dan bungkusan hidup dogma agama. Ia mampu menciptakan keramahan, kedamaian, sekaligus kebencian dan malapetaka. Akan tetapi, Agama saat ini memang menjadi sandaran dan tongkat utama penuntun jalan manusia.

Bermacam pemahaman dan interpretasi padanya sangat banyak dan berlimpah. Terkadang kita sulit mendekati dan memahaminya. Bisa juga sebaliknya. Maka, lahirlah para pemuka-pengkaji agama. Mereka memahami dan mempelajari demi diri dan orang lain yang membutuhkannya. Merekalah ensiklopedia terbuka, yang tak henti oleh satu dua peristiwa. Yang siapa saja boleh membaca dan menafsirkannya. Mereka menjadi jalan, peta dan obor bagi banyak orang yang ingin mendalami Tuhan, spiritualisme dan agama..
jumlah keragaman agama di dunia telah menjadi kenyataan sepanjang sejarah seluruh semua tradisi besar dunia agama hidup. Namun demikian, keragaman ini telah dijadikan dasar untuk pendapat ketimbang masyarakat dalam banyak kasus, dan agama-agama monoteistik sering berada di antara pelanggar terburuk pada skor ini. Kecenderungan yang kuat untuk menampilkan permusuhan terhadap posisi agama yang berbeda dihubungkan dengan kecenderungan kuat terhadap xenophobia dan etnosentrisme. Reaksi ini tampaknya akan dibangun menjadi respon manusia konvensional dan bahkan telah dimasukkan di antara respon utama umat beragama terhadap lingkungannya dengan sejarawan besar agama, Mircea Eliade. Dia hipotesis bahwa religiosus homo berusaha untuk hidup di pusat alam semesta mitologis, yang dirasakan menjadi kosmos, ruang terorganisir dihuni oleh manusia. Di luar ruang yang adalah kekacauan, yang penduduknya dirasakan setan atau subhuman.
Karena kecenderungan untuk bermusuhan dengan orang-orang yang berbeda begitu kuat, itu adalah masalah agama yang penting. Esai ini secara sistematis akan mempertimbangkan dinamika pluralisme agama dan mengusulkan teknik untuk menghadapi keragaman. Keragaman agama merupakan komponen penting dari keragaman budaya, yang pendidik sekarang mengambil serius dalam pedagogi mereka. Namun, keragaman budaya dan keragaman agama sering dievaluasi cukup berbeda. Dalam masyarakat kita saat ini, setidaknya ada konsensus sopan dan dangkal bahwa keanekaragaman budaya di sini untuk tinggal dan dapat memperkaya hidup. Minimal, orang menyadari bahwa chauvinisme budaya, etnis, dan kelas membuat masalah dan tidak pantas, meskipun mereka mungkin sulit untuk diatasi. Mengenai keragaman agama, cukup evaluasi yang berbeda sering digunakan. Banyak orang menghargai perasaan bahwa agama mereka memang unggul daripada orang lain dan menganggap chauvinisme agama seperti komponen penting dari komitmen keagamaan, atau bahkan suatu kebajikan yang akan ditanam di antara umat beriman. Dalam teologi resmi mereka, sebagian besar agama telah berurusan dengan keragaman agama hanya dengan cara sepintas atau tidak memadai. Sering, agama telah mendorong saling bermusuhan dengan mengajarkan bahwa agama-agama asing tidak hanya berbeda, tetapi juga setan, atau setidaknya lebih rendah.
Masalah etis dengan posisi tersebut harus jelas. Posisi ini jelas tidak memadai di setiap zaman dan tempat, di desa global akhir abad kedua puluh itu juga berbahaya. Namun, terus menjadi populer di banyak agama dan setidaknya sebagian bertanggung jawab atas banyak konflik banyak saat ini mengganggu dunia kita. Dalam esai ini, saya akan mengeksplorasi cara yang lebih etis sensitif dan intelektual memuaskan menggabungkan komitmen untuk agama tertentu dengan realitas keberagaman agama daripada yang konvensional yang diuraikan di atas. Saya akan mengarahkan komentar saya terutama pada agama monoteistik karena dua alasan yang jelas. Sebagian besar pembaca tulisan ini akan berasal dari latar belakang monoteistik. Dan agama monoteistik memiliki masalah yang paling sulit dalam menyelesaikan masalah keragaman agama.
Semua agama menghasilkan sejenis chauvinisme agama SD karena kelemahan manusia universal. Namun, hanya monoteisme meningkatkan permusuhan ini homegrown psikologis untuk keragaman menjadi prinsip teologis. Hal ini sangat menggoda bagi orang yang percaya bahwa satu dewa universal yang menciptakan dan mengendalikan seluruh kosmos untuk menganggap bahwa dewa ini ingin hanya satu agama yang akan dilakukan oleh semua manusia. Agama itu, tentu saja, adalah "kita", yang mengarah ke situasi yang agak absurd monoteis mengutuk satu sama lain untuk dilupakan untuk mengikuti salah jenis tauhid. Monoteis Banyak juga menganggap, keliru, bahwa agama nonmonotheistic sama-sama eksklusif di klaim mereka dan bahwa semua agama merasa tertentu tentang posisi mereka sebagai "iman yang benar." Para pencipta sistem simbol monoteistik bisa, dengan logika yang sama, menganggap bahwa dewa universal yang memberikan manusia jalan keagamaan, sebagai s / ia memberi mereka banyak budaya, warna kulit, dan bahasa, tetapi hal ini tidak menjadi posisi dominan monoteistik historis. Posisi ini sekarang menjadi lebih umum di kalangan segmen kepemimpinan agama monoteistik, bagaimanapun, dan telah lama menjadi posisi nominal politeistik, namun pada dasarnya monistik, Hindu.
 
KRITIK:
sudah tak asing lagi kalau masyarakat yang berbeda agama  jadi saling bermusuhan, akan tetapi asing bagi saya jika perbedaan agama menjadi semuah tameng untuk tidak menghormati agama satu sama lain. Hal ini patut untuk di perbaiki, karena zaman modern yang tak harus melihat semuanya dari segi agama. Contoh yang sudah sering dijumpai di kalangan  masyarakat saat ini adalah selalu berasumsi negatif terhadap orang yang memeluk agama lain. Yang pasti akan membuat perselisihan lagi. Gimana mau maju jika masyarakatnya aja belum saling menghargai. 


Sumber : http://www.crosscurrents.org/gross.htm
               http://garduopini.wordpress.com



Senin, 15 Oktober 2012

Kebudayaan dan Kesenian Sulawesi Selatan



SEJARAH SULAWESI SELATAN

Provinsi Sulawesi Selatan dibentuk tahun 1964. Sebelumnya Sulawesi Selatan tergabung dengan Sulawesi Tenggara di dalam Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara. Pembentukan provinsi ini berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964

Periode terpenting sejarah Sulawesi Selatan adalah pada abad ke 14. Pada saat itu berdiri kerajaan-kerajaan yang cukup terkenal, seperti Kerajaan Luwu di bawah pemerintahan dinasti Tomanurung Simpuru Siang, Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone di bawah dinasti ManurungE, Kerajaan Soppeng di bawah pemerintahan Raja To ManurungE ri Dekkannyili, dan Kerajaan Tallo dengan raja pertamanya KaraEng Loe ri Sero.
Pada tahun 1538, Gowa mulai bersentuhan dengan orang-orang Eropa. Pada tahun tersebut bangsa Portugis mendarat di Bandar Niaga Makassar dan menghadap Raja Gowa IX Tumapa'risi Kallona. Kadatangan bangsa Eropa ini selain untuk tujuan berdagang juga melakukan penyebaran agama Katolik, misalnya dilakukan oleh Antonio de Payya yang menyebarkan Katolik di Parepare.

Pada tahun 1562 terjadi peperangan yang dahsyat antara kerajaan Bone dan Gowa. Raja Gowa menyerang Bone karena merasa telah dicampuri urusan dalam negerinya. Pada akhir perang, pasukan Bone berhasil memaksa pasukan Gowa mundur setelah melukai raja mereka. Kurang lebih dua tahun setelah peperangan tersebut, raja Gowa Tunipallangga kembali menyerang Bone. Namun dalam peperangan, raja Gowa jatuh sakit dan terpaksa mundur dan kembali ke Gowa. Dia meninggal dunia sesampainya di Gowa. Peperangan melawan Bone dilanjutkan oleh penerusnya, yaitu, I Tajibarani. Tajibarani akhirnya tewas dalam peperangan itu. Perang kemudian diakhiri dengan perundingan damai yang dikenal dengan "Ulukanaya ri Caleppa". Bone mendapat semua daerah di sebelah utara sungai Tangka, serta semua daerah di sebelah timur sungai WalanaE sampai di Ulaweng dan wilayah Cenrana.

KEBUDAYAAN SULAWESI SELATAN
Budaya Sulawesi Selatan Seni Kebudayaan Daerah Sulsel - Mengenal budaya propinsi Sulawesi Selatan berarti mengenal adat kebudayaan yang ada di seluruh daerah Sulawesi Selatan.

Di Sulsel terdapat Banyak suku/etnis tapi yang paling mayoritas ada 3 kelompok etnis yaitu Makassar, Bugis dan Toraja. DEmikian juga dalam pemakaian bahasa sehari-hari ke 3 etnis tersebut lebih dominan. Kebudayaan yang paling terkenal bahkan hingga ke luar negeri adalah budaya dan adat Tanah Toraja yang sangat khas dan sangat menarik.

Lagu daerah propinsi Sulawesi Selatan yang sangat populer dan sering dinyanyikan di antaranya adalah lagu yang berasal dari Makasar yaitu lagu Ma Rencong-rencong, lagu Pakarena serta lagu Anging Mamiri. Sedangkan lagu yang berasal dari etnis Bugis adalah lagu Indo Logo, serta lagu Bulu Alaina Tempe. Sedangkan lagu yang berasal dari Tana Toraja adalah lagu Tondo.

Untuk rumah tradisional atau rumah adat di propinsi Sulawesi Selatan yang berasal dari Bugis, Makassar dan Tana toraja dari segi arsitektur tradisional ke tiga daerah tersebut hampir sama bentuknya. Rumah-rumah adat tersebut dibangun di atas tiang-tiang sehingga rumah adat yang ada di sana mempunyai kolong di bawah rumahnya. Tinggi kolong rumah adat tersebut disesuaikan untuk tiap tingkatannya dengan status sosial pemilik rumah, misalnya apakah seorang raja, bangsawan, orang berpangkat atau hanya rakyat biasa.

Hampir semua masyarakat Sulsel percaya kalau selama ini penghuni pertama zaman prasejarah di Sulawesi Selatan adalah orang Toale. Hal ini di dasarkan pada temuan Fritz dan Paul Sarasin tentang orang Toale (orang-orang yang tinggal di hutan/penghuni hutan).

Salah satu upacara adat yang terkenal yang terdapat di Sulawesi Selatan ada di Tanah Toraja (Tator) Upacara adat tradisional tersebut bernama upacara Rambu Solo (merupakan upacara dukacita/kematian). Upacara Rambu Solo merupakan upacara besar sebagai ungkapan rasa dukacita yang sangat mendalam.

Beberapa tarian yang ada di sulawesi selatan :
tari Pakkarena
tari Angin Mamiri
tari Paddupa

Pakaian Daerah Sulsel : Bugis dan Makassar : Baju Bodo dan Jas Tutup, Baju La'bu
Lagu Daerah Silawesi Slatan : Angin Mamiri, Ma Rencong,

OBJEK WISATA TERKENAL DI SUL-SEL

Pantai Losari

Keindahan pantai yang terletak di sebelah barat Makassar ini memang sungguh mempesona, terlebih ketika matahari terbenam di senja hari.

Semburat merah jingga dari mentari yang akan rebah di kaki cakrawala memantul pada laut di hadapan pantai Losari, membawa nuansa dan pesona tersendiri bagi yang menyaksikannya. Beberapa perahu nelayan kecil nampak di kejauhan, kian memperkaya warna senja yang luruh di sana. Dan debur ombak yang menerpa lembut tanggul pantai bagaikan musik syahdu yang membawa suasana terasa kian sentimental diiringi hembusan angin sepoi-sepoi dari arah laut. Banyak fotografer yang mengabadikan kejadian ini untuk menyimpan kenangan keindahannya, akan senyum senja Pantai Losari., dan mungkin juga tempat curhat muda mudi , santai keluarga di Pantai Losari.
Pantai yang juga merupakan landmark Kota Makassar ini memang menawarkan keindahan yang sangat eksotis, terutama saat menyaksikan pemandangan matahari terbenam ketika petang menjelang.

Dahulu , sejumlah pedagang makanan bertenda berderet sepanjang kurang lebih satu kilometer di pesisir Pantai Losari. Sampai-sampai ada yang sempat menjuluki sebagai “meja makan terpanjang di dunia”. Hidangan yang disajikan pun sangat beragam, namun kebanyakan didominasi oleh makanan laut dan ikan bakar.

Salah satu hidangan khas dan unik di Pantai Losari adalah Pisang Epe’. Jenis makanan ini berupa pisang mentah dibakar, lalu dibuat pipih kemudian diberi kuah air gula merah. Untuk menambah aroma dan kenikmatan, biasanya sang penjual menambahkan durian pada campuran kuah gula merah tadi. Inilah makanan favorit saya sembari menikmati semilir angin senja yang sejuk membelai tubuh.

Saat ini warung-warung tenda yang menjajakan makanan laut tersebut telah dipindahkan ke sebuah tempat di depan rumah jabatan Walikota Makassar yang juga masih berada di sekitar Pantai Losari.

Pantai Losari tak hanya bergeliat di senja hari. Setiap minggu pagi, di sepanjang Jalan Penghibur yang tepat berada di pinggir pantai, ramai oleh orang yang berolahraga, mulai dari jogging, senam, bersepeda atau hanya sekadar jalan-jalan menikmati segarnya udara pagi. Berbagai jajanan dan aneka makanan tradisional tersedia, seperti bubur ayam, bubur kacang ijo, empek-empek Palembang, es pallubutung, es pisang ijo, soto ayam, gado-gado atau lontong sayur. 

SARAN :
Menurut saya kebudayaan sulawesi selatan ini cukup unik, dan juga eksotik. Disamping kebudayaan yang masih tradisional, Sulawesi selatan juga memiliki tempat-tempat wisata yang cukup menarik wisatawan datang berkunjung. Hal ini membuat kebudayaan Sulawesi Selatan menjadi lebih dikenal oleh kalangan luas. Dan juga berdampak positif bagi devisa daerah tersebut.
Makassar sebagai salah satu kota yang mempunyai adat kebudayaan tersebut, yang kini dikenal lebih berkembang layaknya kota-kota metropolitan yang sudah maju.

sumber :
wisatalaguna.wordpress.com
www.celebes-tourism.com
southcelebes.wordpress.com
Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Followers

Followers

Pages - Menu

Popular Posts